Denpasar (14/10) Sebelumnya saya memperkenalkan diri saya telebih dahulu. Nama saya Ni Putu Indrayani , saya adalah seorang petugas lapangan yang tergabung dalam tim Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS) di Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba). Tugas sehari-hari saya selain menjangkau lelaki beresiko tinggi dan pekerja seks yang ada di wilayah Kabupaten Badung, saya juga memberikan informasi kesehatan, informasi HIV-AIDS dan berusaha untuk merujuk dampingan ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terdekat apabila menemukan masalah kesehatan yang dialami dampingan saya. Saya akan menceritakan kisah seorang pramuria yang juga merupakan dampingan saya.
Pada saat saya dan tim PMTS Yakeba melakukan tugas penjangkauan di salah satu daerah di Badung, saya menemukan seorang dampingan perempuan sebut saja namanya Bunga. Profesi dia sebagai seorang pramuria. Arti seorang pramuria adalah karyawati kelab malam bertugas melayani dan menemani tamu di salah satu warung minuman tuak (minuman khas Bali) yang tentu saja selain melayani tamu di warung itu, dia juga bisa diajak untuk menemani (berhubungan seksual) dengan tamu di warung itu dengan bayaran tertentu yang sudah disepakati bersama. Untuk mendapatkan tamu sebanyak-banyaknya, seringkali Bunga tidak menggunakan kondom setiap berhubungan seks melayani tamunya. Tanpa disadari dia melakukan resiko tertular Infeksi menular Seksual yang sangat tinggi karena berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan pengaman (kondom) setiap melayani tamunya. Hal ini terpaksa dilakukan karena desakan ekonomi, apa saja akan dilakukan oleh seseorang yang terdesak secara ekonomi. Bahkan prilaku yang dapat membahayakan jiwa sendiri ataupun keluarga akan dilalui untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Dan hal ini diperparah lagi dengan situasi bahwa posisi tawar mereka dalam penggunaan kondom dengan pelanggan mereka sangat rendah.
Pada awalnya Bunga tertutup sekali kepada saya. Dia hanya memberikan informasi secukupnya tentang kesehatannya dan perilaku beresiko tingginya selama bekerja menjadi pramuria di salah satu warung tersebut. Mungkin karena faktor lingkungan tempat kerjanya dengan banyaknya saingan ditempat kerjanya untuk mendapatkan dan melayani tamu pelanggan sebanyak-banyaknya sehingga dia menjadi agak malu untuk mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya pada dirinya. Yang tentunya apabila terdapat sesuatu pada dirinya tentu saja dia akan mendapat anggapan yang tidak baik oleh teman-teman seprofesinya serta tamu yang datang ke warung minuman itu akan menjauhi dia sehingga bisa menghentikan karirnya sebagai seorang pramuria.
Setelah beberapa kali saya dan tim PMTS Yakeba mendekati Bunga, akhirnya dia menceritakan bahwa dia mendapat keluhan pada alat kelaminnya. Di menceritakan alat kelaminnya mengeluarkan bau yang busuk dan gatal-gatal tanpa sengaja dia sampai menggaruknya sampai menimbulkan luka. Saya mengajak dia untuk mendapatkan pengobatan di rumah sakit tetapi karena di rumah sakit dikenakan biaya, saya merujuk dia untuk berobat di Puskesmas terdekat. Karena alat untuk mengetahui secara detail penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang dideritanya masih belum ada di Puskesmas, jadi Cuma diperkirakan dari ciri-cirinya saja dia terkena IMS yang disebabkan oleh jamur. Disana dia hanya mendapatkan pengobatan seadanya saja dan dengan biaya gratis karena dirujuk oleh pekerja lapangan.
Bunga juga mau melakukan Tes dan Konseling sukarela untuk mengetahui apakah dia terjangkit HIV atau tidak. Syukurnya hasil tesnya menunjukkan hasil negatif, dia tidak terinfeksi HIV. Seperti yang kita ketahui bahwa IMS merupakan suatu infeksi yang bisa menjadi pintu masuk penularan HIV kepada seseorang. “Saat ada keluhan barulah dampingan mau menerima layanan IMS maupun VCT. Itupun terpaksa karena ketakutan masih adanya stigma dan diskriminasi disekitar tempat kerjanya. Saya akan terus memberikan informasi di sekitar tempat kerjanya agar menyadarkan para pramuria untuk melakukan seks secara aman dengan menggunakan kondom dan terus memberikan informasi kesehatan tentang bahaya IMS di sekitar tempat kerja mereka.” Begitu tutur Putu Indra.
Oleh Dony Fauzan