Established in 1999, Bali Health Foundation, also referred to as Yakeba, is a non-governmental organization with a focus on public health issues. The primary purpose of the organization is to provide outreach and support for individuals in Bali who suffer from alcohol and drug addiction.

Tantangan Penanggulangan HIV/AIDS dan Kondisi ODHA di Bali Selama Pandemi

| 0 comments

Oleh Ni Putu Diva Cahyani

 

Pandemi COVID-19 memberikan imbas masif terhadap banyak sektor dan golongan.

Berbagai kegiatan yang mengharuskan orang-orang untuk berkumpul juga ikut ditiadakan. Hal ini memberikan efek berantai terhadap terganggunya siklus kegiatan masyarakat. Salah satu kegiatan yang terhambat karena pandemi COVID-19 adalah pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS.

Koordinator Sektretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Badung, Ayu Cempaka mengakui bahwa akibat pandemi COVID-19, petugas penjangkauan yang ada di tiap-tiap desa/kelurahan tidak bisa memberikan informasi seputar HIV AIDS kepada masyarakat secara face-to-face. Mereka juga tidak bisa menjangkau serta meyakinkan orang-orang yang berisiko terkena HIV AIDS untuk datang ke tempat pelayanan secara langsung.

Namun, di tengah keterbatasan akibat pandemi ini, KPA tetap melaksanakan tanggung jawabnya dengan mengubah cara penjangkauan ke masyarakat yaitu melalui media sosial, tetapi tentu saja cara tersebut kurang efektif. “Kami menjangkau masyarakat dengan media sosial seperti Instagram, Facebook, atau WhatsApp. Contohnya, petugas kami membuat status atau tulisan yang berhubungan dengan HIV/AIDS, lalu diunggah melalui WhatsApp,” kata Ayu Cempaka.

“Kami merasa feedback dari masyarakat kurang maksimal, karena pasti ada saja masyarakat yang tidak memiliki media sosial atau tidak melihat unggahan tersebut,” lanjut Ayu.

Selain penjangkauan ke masyarakat, hampir semua kegiatan KPA saat ini dilakukan dengan berbasis virtual untuk mencegah kontak langsung. “Untuk rapat-rapat koordinasi saat ini apapun bentuknya, seperti koordinasi layanan, koordinasi dengan lintas sektor, hingga koordinasi dengan pemberdayaan masyarakat itu semua dibantu oleh Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba) dan tetap dilakukan secara daring,” tuturnya.

Sementara itu, untuk kegiatan yang tidak bisa dilakukan secara daring, seperti pembinaan peer educater di lapas dan pelayanan kesehatan di poli, KPA Badung memastikan bahwa protokol kesehatan selalu diberlakukan dalam kegiatan tersebut. Selebihnya, tidak ada perbedaan dalam proses pelayanan saat ini dibandingkan dengan proses pelayanan sebelum pandemi.

Pandemi COVID-19 berpengaruh secara signifikan terhadap kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS yang dilakuan berbagai pihak. Secara lambat laun juga berdampak kepada situasi dan kondisi Orang dengan HIV AIDS (ODHA) di Bali. Hal ini menyusul berita mengenai obat Antiretroviral (ARV) yang semakin terbatas lantaran diberlakukannya lockdown selama pandemi yang menyebabkan gangguan terhadap pendistribusian ARV.

Ayu Cempaka tidak menampik adanya keterbatasan dalam penyaluran ARV, tetapi yang perlu diketahui adalah bahwa keterbatasan ini tidak sampai mengakibatkan ODHA tidak mendapat ARV. “Pemberian ARV tetap berjalan walaupun jumlahnya terbatas. Terbatas di sini dalam artian ODHA tidak bisa sekaligus mengambil ARV untuk stok selama beberapa bulan seperti dulu, melainkan harus dicicil pengambilannya tiap beberapa minggu atau sebulan sekali,” ujarnya.

Petugas pendamping dari KPA saat ini fokus untuk meyakinkan ODHA agar tidak khawatir mengenai ketersediaan ARV dan tetap meminum obat yang diberikan. “Dibanding dengan mengkhawatirkan keterbatasan stok ARV, yang sebaiknya perlu diketahui dan diperhatikan oleh ODHA adalah jumlah sel CD4 dan jumlah viral load mereka. Pemerintah dan layanan kesehatan pasti akan berupaya melakukan yang terbaik untuk menangani masalah obat hingga teknis pendistribusiannya. Intinya ODHA hanya harus fokus terhadap kesehatannya dan tetap minum obat,” terang Ayu Cempaka.

Selain masalah obat ARV, perihal ekonomi juga turut menjadi masalah serius yang dihadapi ODHA, terutama mereka yang bekerja di sektor pariwisata dan kehilangan pekerjaan dan pemasukan akibat pandemi. Meskipun obat ARV diberikan secara gratis, tetapi ODHA yang bertempat tinggal jauh dari layanan kesehatan tempat pengambilan ARV akan sangat terbebani oleh biaya transportasi, mengingat pula pengambilan ARV saat ini yang tidak bisa dilakukan sekaligus untuk beberapa bulan.

Untuk itu, KPA Badung berusaha memberikan dukungan dalam bentuk pemberian sembako dan pelatihan ketrampilan kepada ODHA yang terdampak secara ekonomi akibat pandemi, namun sayangnya pelatihan tidak bisa dilakukan secara rutin dan belum sampai pada tahap pemasaran produk.

Banyaknya tekanan dirasakan oleh ODHA di masa pandemi membuat KPA harus selalu memberikan pendampingan secara maksimal kepada mereka, terutama lewat KDS (Kelompok Dampingan Sebaya) yang berfokus untuk menguatkan, mendampingin, dan membantu mencari relawan yang bisa memberikan pelatihan ketrampilan tertentu kepada ODHA. Selain itu, KPA juga dibantu oleh berbagai pihak dalam mendampingin ODHA dan menanggulangi HIV/AIDS.

Contohnya, untuk mengatasi tekanan psikis yang dialami ODHA, KPA bekerja sama dengan Yakeba. Yakeba membantu mendatangkan psikolog untuk memotivasi dan berbagi cerita bersama ODHA dan populasi kunci (pekerja seks, kaum LSL, dan waria). Hal ini terutama bertujuan untuk membantu ODHA dan populasi kunci agar bisa menjaga kesehatan mental, memanajemen stress dan mengelola emosi di tengah keadaan yang kurang mendukung seperti pandemi COVID-19. Selain itu, untuk kegiatan pemberian donasi seperti sembako hingga pelatihan pembuatan produk layak jual, KPA Badung juga dibantu oleh Yakeba dan Pertamina.

Meskipun telah mendapat bantuan dari berbagai yayasan dan lembaga, Ayu Cempaka tetap berharap agar masyarakat umum juga bisa saling tolong menolong bersama ODHA dalam melewati pandemi COVID-19 ini. Jika memungkinkan, pihaknya sangat menyambut baik masyarakat yang ingin memberikan pelatihan keterampilan ataupun berdonasi kepada ODHA, dan untuk penyalurannya, masyarakat bisa menghubungi KPA ataupun yayasan lainnya yang bergerak dalam kegiatan penanggulangan HIV AIDS.

“Untuk KPA sendiri, kami bisa membantu menyalurkan donasi seperti sembako, alat tulis, masker, sabun cuci tangan, dan sebagainya, hanya saja kami tidak menerima donasi dalam bentuk uang. Selain itu, kami akan lebih senang apabila ada pihak yang ingin memberikan pelatihan keterampilan kepada ODHA sekaligus membantu memasarkan hasil pelatihan tersebut, karena hal tersebut akan lebih bermanfaat dalam jangka panjang,” tutup Ayu Cempaka.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 telah merubah berbagai tatanan kehidupan, termasuk dalam kegiatan penanggulangan HIV AIDS. Meskipun begitu, hingga saat ini, baik yayasan, komunitas, hingga lembaga yang peduli HIV AIDS tetap konsisten dalam usahanya untuk mecegah dan menanggulangi HIV AIDS.

Maka dari itu, rekan-rekan ODHA diharapkan tidak menyerah dalam segala keterbatasan kondisi saat ini, tetap mengonsumsi obat, jaga kesehatan fisik dan mental, dan juga tetap patuhi anjuran protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Meskipun pandemi masih belum berakhir, perlu kita ingat bahwa kita tidak sendirian, dan rekan-rekan ODHA juga tidak sendirian.

Kita semua pasti bisa melewati pandemi ini, selama kita tidak egois dan tidak lupa untuk mengulurkan tangan kepada orang lain selagi mampu.

Catatan: tulisan ini merupakan juara pertama dalam lomba menulis HIV AIDS Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba) periode September 2020 dengan tema Suka Duka Penanggulangan HIV AIDS di Tengah Pandemi COVID-19.