Oleh Ni Made Neli Dwiantari
Masyarakat harus menjaga produktivitas di tengah pandemi virus COVID-19 dengan tatanan baru yang disebut new normal (normal baru). Begitulah saran Pemerintah Indonesia melalui Juru Bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto.
Budaya hidup normal baru merupakan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19. Seluruh lapisan masyarakat di penjuru dunia tengah bersiap dalam menerima tatanan hidup baru sebagai bentuk adaptasi dalam penerapan protokol kesehatan yang telah dianjurkan WHO.
Di tengah fokus masyarakat dalam menghadapi penyebaran pandemi COVID-19, kita semua teralihkan dari keberadaan human immunodeficiency virus (HIV) yang hingga kini belum ditemukan obatnya. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan kasus AIDS yang meningkat tiap tahunnya.
Dalam situasi normal, kematian akibat HIV AIDS dan penyakit infeksi menular seksual (PIMS) di Indonesia masih menjadi tantangan besar, apalagi pada saat situasi pandemi. Saat ini pelayanan kesehatan HIV AIDS dan PIMS menjadi salah satu layanan yang terkena dampak pandemi COVID-19 baik secara akses maupun kualitas.
Dikhawatirkan, hal ini meningkatkan kasus-kasus HIV AIDS dan IMS di masyarakat. Terlebih aktivitas masyarakat kian dibatasi, seperti bekerja dari rumah, pembelajaran daring, hingga berbelanja segala kebutuhan dari rumah. Adanya pembatasan ruang gerak masyarakat dikhawatirkan akan memunculkan perilaku seks bebas ataupun penggunaan narkoba suntik.
Tidak dapat dipungkiri belakangan banyak beredar berita menunjukan perilaku menyimpang masyarakat dalam memenuhi kebutuhan seks mereka hingga menyalahgunakan narkoba sebagai dampak negatif pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Guna mencegah kemungkinan meningkatnya kasus HIV AIDS dan IMS di masyarakat, puskesmas sebagai lembaga kesehatan yang paling mudah menjangkau masyarakat menengah ke bawah telah mempersiapkan diri dalam melayani pasien orang dengan HIV AIDS (ODHA) dan masyarkat umum sesuai dengan protokol kesehatan.
Suparti, tenaga kesehatan Layanan VCT Semara Husada Puskesmas Kuta Selatan mengungkapkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien ODHA telah sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19. Tenaga kesehatan selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) dan masyarakat harus menjalani protokol kesehatan terlebih dahulu seperti cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, wajib menggunakan masker, pengecekan suhu tubuh, dan menggunakan hand sanitizer.
Masyarakat yang datang dengan tujuan konseling juga tetap dilayani.
Selain kesiapan tenaga medis dalam melayani masyarakat dan pasien ODHA, Suparti menambahkan bahwa distribusi antiretroviral (ARV) selama masa pandemi sempat habis pada Maret 2020 lalu. Akibatnya, terapi ARV hanya diberikan setiap 10 hari sekali. Memasuki Juni, distribusi ART kembali normal sehingga pasien mendapatkannya 1 minggu sekali.
Sebagai bentuk kesiapan tenaga kesehatan layanan VCT Semara Husada dalam menangani pasien ODHA dan masyarakat umum, mereka telah merumuskan tata laksana pelayanan kesehatan HIV AIDS dan PIMS di UPTD Puskesmas Kuta Selatan selama masa normal baru.
Pertama, pelayanan HIV/AIDS, IMS dan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV dilaksanakan sesuai standar precaution kewaspadaan standar untuk pencegahan dan pengendalian infeksi. Kedua, pelayanan HIV/AIDS, IMS dan PDP tetap berjalan dengan mendahulukan ODHA dan pasien IMS dengan gejala batuk, demam, atau gejala flu lain.
Ketiga, bagi ODHA dengan infeksi opportunistic (IO), Infeksi HIV lanjut atau pertama kali mendapatkan ARV, maka kontrol tiap bulan tetap dilakukan.
Keempat, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terkait COVID-19 termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kepada pasien HIV/AIDS dan IMS perlu diberikan melalui media atau secara langsung kepada ODHA agar selalu menerapkan PHBS, jaga jarak, memakai masker dan rajin cuci tangan secara berkelanjutan agar terhindar dari penularan COVID-19.
Kelima, mempertimbangkan pemberian ARV multi bulan (2-3 bulan) bagi ODHA yang stabil, secara selektif, hanya dilakukan jika persediaan ARV mencukupi, diprioritaskan bagi ODHA yang tinggal di wilayah episentrum COVID-19.
Keenam, dilakukan kerja sama dengan komunitas / pendukung ODHA untuk memastikan kondisi dan keberlangsungan pengobatan ARV pada ODHA. Ketujuh, pengobatan ODHA dan IMS dengan Covid-19 mengikuti pedoman nasional yang berlaku.
Kedelapan, memastikan agar obat dan pemeriksaan, alat-alat pencegahan HIV-AIDS dan IMS tersedia dalam jumlah yang cukup.
Diberlakukannya tata laksana pelayanan kesehatan HIV-AIDS yang sesuai dan tepat sasaran di era new normal bagi ODHA dan masyarakat umum menjadi salah satu langkah antisipasi Layanan VCT Semara Husada, Puskesmas Kuta Selatan dalam mencegah peningkatan kasus HIV AIDS dan IMS di masa pandemi.
HIV AIDS memang tak menyebar secepat kasus COVID-19, perilaku berisiko seperti seks tidak aman dan penggunaan jarum suntik bergantian menjadi pemicu penularannya yang hingga kini belum bisa hilang dari lingkungan masyarakat. Kemunculan COVID-19 yang menyebar sebagai pandemi dunia menjadikan risiko penyebaran HIV AIDS perlu diwaspadai sebagai bom waktu di masa mendatang.
PSBB dan social distancing menjadi alasan kuat lemahnya kontrol sosial saat ini. Tanggung jawab terhadap diri sendiri adalah satu-satunya alarm yang mampu mengingatkan kita agar tidak terperosok ke lembah kematian bernama HIV-AIDS. Oleh karena itu berpikir bijaklah sebelum bertindak, sebab hidup bukan permainan.
Catatan: Artikel ini merupakan karya terbaik dalam lomba menulis HIV AIDS yang diadakan Yakeba untuk kategori umum periode Agustus 2020.